Minggu, 16 November 2008

MEMAKNAI EKSISTENSI PERAN STRATEGIS MAHASISWA DALAM SEBUAH DINAMIKA KEMAHASISWAAN DAN KEBANGSAAN
(Upaya Mengembalikan Semangat Khittah Perjuangannya)

Oleh : Alamsyah Demma

“Jadikan sejarah sebagai sebuah referensi
Namun jangan jadikan sejarah sebagai
Sebuah fakta belaka”

Sudah menjadi idiom bahwa sebuah bangsa bisa menjadi kuat, adalah apabila bangsa tersebut memiliki mahasiswa yang kuat, kuat dalam makna fisik ataupun dalam makna ide. Suatu bangsa akan maju, jika memiliki keniscayaan masa depan, apabila mampu melahirkan mahasiswa yang tangguh , melalui pemberian ruang kreatif yang luas dan terbuka (bebas), serta suatu lingkungan sosial politik yang dapat mendukung para mahasiswa untuk berekspresi dan berapresiasi dalam sebuah ruang dan waktu yang tepat.

Perjalanan sejarah pergerakan di Indonesia memperlihatkan bahwa peran mahasiswa memiliki perbedaan corak disetiap era atau zaman. Misalkan di Era 1940-an, mahasiswa berperang penting dalam menghantarkan bangsa Indonesia untuk mendeklarasikan kemerdekaan. Pada era 1960-an, realitas sejarah tidak terpungkiri bahwa runtuhnya orde lama adalah karena andil mahasiswa. Pada tahun 1990-an, ketika kepemimpinan Orde Baru harus lengser, mahasiswa kembali menempati garda terdepan dalam melaksanakan reformasi. Ditahun 2000-an sekarang ini selayaknya mahasiswa dituntut untuk menunjukkan peran sebagaimana yang pernah dilakukan oleh generasi sebelumnya, setidak-tidaknya mampu menunjukkan semangat kolektif dan kemampuan kretif.

Mencermati rentetan peristiwa penting dalam konteks sejarah bangsa Indonesia , dimana menempatkan mahasiswa sebagai faktor signifikan dalam konteks politik, maka berdasar pada pemikiran prediktif kebanyakan kalangan menyimpulkan bahwa masa depan bangsa ini berada di tangan mahasiswa. Betapa tidak, kasus salah seorang politisi Indonesia yang ditangani oleh seorang Hakim yang bergelar Agung pun tak mampu untuk menyuarakan bahwa yang hak adalah hak dan yang bathil adalah bathil, jadi sebagai rakyat yang masih sadar akan agama tak ada yang tepat kita lakukan selain memohonkan ampun atas kesalahan dan kekhilafan yang telah mereka perbuat. Lantas siapa lagi yang akan diharapkan untuk menyuarakan kebenaran itu sendiri selain kepada mahasiswa.

Namun mahasiswa sekarang seakan terlena dengan nostalgia kebesaran masa lalu. Ironis memang , karena kebesaran masa lalu itu selalu saja menjadi indikator pembanding kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa sekarang ini. Karena kebesaran masa lalu itulah sehingga hampir menina bobokkan mahasiswa sekarang karena ada sebuah kecenderungan menjadikan kebesaran dan keharuman masa lalu sebagai sebuah mitos masa depan bahwa mahasiswa dianggap sebagai penegak tunggal nasib baik bangsa.
“Memuja kekuatan secara berlebihan
Akan melahirkan
sebuah ketakutan Pikiran diatas kenyataan”

Diera sekarang ini sangatlah diperlukan sebuah pengartikulasian akan peran mahasiswa. Artikulasi dalam arti menyambungkan kembali sebuah makna yang terputus oleh zaman dari sebuah peran ideal mahasiswa yang pernah dilakoninya. Sebuah peran yang kehilangan makna pada saat reformasi hendak dikawal. Generasi mahasiswa sejak awal reformasi telah mencitrakan diri sebagai sebagai sebuah gerakan moral dan bukan gerakan politik, meski pada akhirnya keberpihakan sebagian mahasiswa kepada pejabat politik membuat semangat reformasi melemah karena semangatnya mulai tereduksi ketitik politik praktis. Citra mahasiswa sebagai pengawal reformasi mengalami kekaburan, sehingga tidak salah jika dikatakan mahasiswa sebagai pengawal reformasi mengalami kemunduran secara ideologis.

Kebingungan dalam mengusung agenda reformasi atau revolusi membuat mahasiswa terpecah belah. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Samuel Huntington (1995) “ revolusi lebih mudah melenyapkan lawan politik dibanding kita melakukan reformasi. Karena dengan reformasi kita harus melakukan konfromi politik dengan kekuatan lama yang masih berkuasa”.

Sangat disayangkan menurut Denny JA jika mahasiswa mengalami krisis seperti ini. Reformasi dan demokratisasi adalah proyek yang memakan waktu lama dan sampai saat ini belum selesai. Pengawal reformasi sangat dibutuhkan terutama untuk memberikan tekanan ekstra parlementer . Tanpa pengawal dngan mudah, gerakan reformasi dengan mudah diselewengkan atau di tidak dituntaskan. Karena itu sangat ironis jika gerakan mahasiswa yang selama ini menjadi pengawal reformasi justru menjadi penjegalnya. Sebab status quo juga menjegal reformasi dengan tujuan dan alasan lain, sedangkan gerakan mahasiswa dapat menjegal arus reformasi hanya karena keekstriman dan ketidak tahuan. Karena itulah, sudah saatnya pengawal reformasi ini kembali ke khittahnya .



Faktor-faktor strategis peran mahasiswa sebagi pengawal reformasi sesungguhnya terletak pada 3 variabel utama yaitu moralitas, intelektual, dan aksi ekstra parlemen. Ketiga kekuatan ini merupakan inti dari sebuah usaha perjuangan mahasiswa jika ingin memasukkan agenda –agenda reformasi.
Namun, sebagai catatan akhir saya bahwa jika mahasiswa kembali kekhittah awal akan makna dan tujuan perjuangannya maka perlulah sebuah konsep gerakan yang ideal untuk menopang gerakan serta mengarahkan arah dan tujuan dari pergerakannya.
Pertama, Mahasiswa harus kembali dari orientasi struktural kegerakan Kultural, yakni dimaknai, bahwa untuk menjauhkan Mahasiswa dari tudingan sebagai identitas tempat hura-hura dengan pelaksanaan programnya yang cenderung ceremonial dan populis, dimana tidak memiliki kepekaan, semangat militansi dan jiwa kepeloporan untuk melakukan perubahan terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan dan masa depan bangsa kearah yang lebih baik, sehingga kadang disorot agar mahasiswa diam saja karena tidak mencitrakan lagi kerja-kerja kemahasiswaan yang berkualitas dan tidak menyentuh kepentingan masyarakat dan bangsa.
Kedua Untuk maksud tersebut, maka dalam pelaksanaan sebuah gerakan kedepan dilakukan pergeseran dan indikator kuantitatif kearah yang lebih kualitatif yang mengarah pada gerakan publik education yang mencakup kepentingan rakyat sekaligus mahasiswa secara keseluruhan dalam rangka mempersiapkan lapis aktivis-aktivis baru yang memiliki kualitas intelektual, moralitas dan keterampilan yang berdaya saing serta memiliki wawasan kebangsaan, untuk dapat menghantarkan bangsa Indonesia keluar dari krisis multidimensi dan siap-siap berkompetisi secara global.

Demikianlah, untuk mengartikulasikan peran-peran mahasiswa tak ada pilihan lain kecuali melakukan semacam “tafsir sosial baru” terus menerus terhadap fenomena kontemporer, agar pikiran dan tindakannya relevan dengan gerak evolusioner perubahan zaman. Dengan demikian upaya untuk merubah orientasi, cara-pandang, metode dan gerak juang mahasiswa dengan sendirinya menjadi sebuah kemestian, khususnya dalam “membayangkan” masa depan bangsanya. Dengan kata lain mahasiswa harus menorehkan nuktah-nuktah penting dalam sejarah. Sebab, jika tidak, ia bakal dipermaklumkan sebagai sebuah “Pembawa suara kebenaran yang hilang !”

Makassar 15 Oktober 2005
Disampaikan Pada Pelatiahan Lembaga Kemahasiswaan UIN Alauddin

2 komentar:

Anonim mengatakan...

mantap, fotonya fitri paling cantik dan fotonya bang chi paling cakep. anto bantaeng

Abdul Haris Awie mengatakan...

Sukses buat alamsyah, apa yang bisa saya bantu?

Hormatku
Awie
Email : awie_ners@yahoo.com
http://lensakomunika.blogspot.com