Rabu, 25 Juni 2014

KNPI Sebagai Rumah Pemuda

Oleh : Mizar Rahmatullah Roem

Bangsa yang matang lahir dari proses yang sulit. Termasuk bangsa Indonesia yang pernah di bawah jajahan Belanda selama 350 tahun dan dilanjutkan dengan kekuasaan Jepang selama 3 setengah tahun. Meski akhir-akhir ini sejarah tersebut telah dianggap mitos karena dianggap tidak logis oleh beberapa pengamat sejarah baru dan ramai diperbincangkan dalam seminar-seminar nasional, tetap saja sejarah tersebutlah satu-satunya cara menggugah rasa nasionalisme masyarakat hingga saat ini. Mengenang para pahlawan, meski hanya tahu sejarah singkatnya masih dianggap sakeral. Patung-patung mereka banyak berdiri kokoh di perbatasan-perbatasan kota, juga digunakan sebagai nama jalan. Namun justru terlalu banyak mengenang seringkali membuat kita lupa menatap masa depan dan mempersiapkan langkah berikutnya. Ibarat sebuah bangunan yang telah runtuh menjadi rata dengan tanah dan hanya meninggalkan puing-puing yang menggunung, haruslah sesegera mungkin dipersiapkan bangunan baru yang lebih kokoh dan bisa menaungi seluruh lapisan masyarakat.
 Pada masa dewasa ini, Indonesia seharusnya telah memiliki tumpuan yang kokoh untuk menjadi negara yang lebih cemerlang di masa mendatang. Fondasi bangsa ini tidak lain adalah pemuda. Menurut budayawan Taufik Abdullah, pemuda bukan cuma fenomena demografis, akan tetapi juga sebuah gejala historis, ideologis, dan juga kultural. (Pemuda dan Perubahan Sosial, LP3ES, 1987). Sejarah mencatat bahwa perubahan mendasar sejumlah negara di dunia, banyak diantaranya digerakan oleh kaum muda. Demikian pula fase dan periodisasi sejarah perkembangan bangsa Indonesia yang diawali dari issu nasionalisme yang dimotori kaum mda yang tergabung dalam kelompok studi Boedi Oetomo pada tahun 1908.

Kemudian pada fase selanjutnya, semangat nasionalisme ditindaklanjuti dengan komitmen penyatuan identitas kebangsaan, kebahasaan dan tanah air yang satu, sebagaimana disumpah-ikrarkan pemuda pada tahun 1928 melalui Sumpah Pemuda. Dan sampai pada puncaknya, pada tanggal 17 Agustus 1945, identitas ke-Indonesia-an diproklamirkan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Rentetan fase pergerakan kaum muda di masa perjuangan, disatukan oleh komitmen untuk mencapai kemerdekaan, serta terbebas dari penjajahan yang dilakukan oleh kaum kolonial yang kejam dan tidak berprikemanusiaan.

Pada tahun 1966 dengan berbagai kesatuan aksi yang dibentuk pemuda terutama dari golongan mahasiswa kembali menyerukan semangat perubahan. Jargon Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) menjadi seruan utama, dengan desakan tersebut pada akhirnya rezim orde lama berganti menjadi orde baru yang kelahirannya turut dibidani oleh pemuda terutama mahasiswa. Berlanjut kemudian, gerakan mahasiswa juga yang meruntuhkan pemerintahan orde baru akibat produk hukum yang dijalankan bersifat konservatif atau ortodoks, atau dengan kata lain politik yang dijalankan bersifat otoriter berbasis birokrasi dan militer.

Perubahan yang dipelopori oleh pemuda tersebut merupakan wujud dari bersatunya pemuda karena memiliki kepentingan yang sama (common interest) yaitu untuk memajukan Indonesia. Kepentingan bersama tersebut akan semakin menjadi kekuatan yang besar jika diusung oleh pemuda yang memiliki komitmen moral yang tangguh dalam menyongsong negara demokrasi pancasila. Kontribusi pemuda dalam momentum perubahan bangsa tersebut memiliki sisi lain yang paradoks. Fenomena yang terjadi adalah bahwa pemuda hanya sebagai alat mobilisasi politik semata, setelah awal perubahan dimulai maka pemuda pelopor perubahan tersebut seakan menghilang dan tidak memiliki peran dalam mengawal perubahan yang dipeloporinya. Bentuk-bentuk rintangan dan perjuangan pemuda dalam ranah kebangkitan bangsa, tidak dapat dipungkiri tidak lebih merupakan sebuah perjuangan yang hampa dalam perspektif upaya mengisi kemerdekaan. Ada pun pemuda yang turut serta dalam pemerintahan, lebih kepada perwujudan simbol kepemudaan dan cenderung jarang mampu mempertahankan visi dan misi yang sebelumnya diusung, dan yang terjadi tidak lebih dari sebuah regenerasi kepemimpinan bukan proses yang berada pada titik fundamental, yaitu mewujudkan nilai-nilai demokrasi yang sebenar-benarnya.
Pemuda sejatinya bisa menjawab tantangan dan kebutuhan zamannya, yaitu menuntaskan agenda reformasi yang terus tertunda. Seperti kata Max Weber, pemuda tak boleh menjadi ekor sejarah, yang gagal menunaikan peran historisnya. Pertanyaannya kemudian darimana peran itu harus dimulai? Para pemuda yang melakukan gerakan nasional berangkat dari meja-meja kajian kampus, organisasi agama, serta kepemudaan daerah. Di Sulawesi Selatan sendiri kita mengenal Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Berdirinya organisasi ini juga diawali keresahan pemuda di beberapa komunitas yang tergabung dalam organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia, seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMKRI (Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) dan PMII (Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia), Organisasi Mahasiswa Lokal (Somal), Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos), Ikatan Mahasiswa Bandung (Imaba), dan Ikatan Mahasiswa Djakarta (Imada). Mereka mulai kembali ke akar primordialnya baik secara ideologi maupun politik. Sewaktu melakukan kiprah sendiri-sendiri, pertanyaan-pertanyaan tentang persatuan dan kesatuan pemuda serta perwujudan wajah fisiknya menjadi suatu yang lebih sentral dalam pemikiran kaum muda. Dalam keadaan ini, kaum muda menyadari bahwa diperlukan suatu orientasi baru dalam melihat persoalan bangsa dan negara. Orientasi baru tersebut akan berorientasi pada pemikiran yang jauh melebihi kelompoknya sendiri, sehingga dapat menjangkau seluruh bangsa dimasa kini dan masa yang akan datang. Pada 23 Juli 1973, KNPI dideklarasikan dengan Davd Napitupulu sebagai ketua umum pertama. Dalam sambutannya ia mengatakan bahwa KNPI berbeda dengan bentuk organisasi pemuda yang dikenal sebelumnya, seperti Front Pemuda yang bersifat federasi yang anggotanya terdiri dari ormas-ormas pemuda, Komite ini tidak mengenal keanggotaan ormas, oleh karena itu Komite ini bukanlah suatu federasi. Dengan memberanikan diri menampilkan tokoh-tokoh eksponen pemuda yang bersumber dari semua ormas-ormas pemuda yang ada di tingkat nasional sebagai orang yang dipercaya sebagai pemimpin KNPI ini, maka tidak berlebihan kalau KNPI akan mempunyai resonansi di masyarakat, khususnya di kalangan pemuda.
Pemerintah pun memberikan perhatian khusus kepada organisasi kepemudaan tersebut yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan. Tujuannya pun sangat jelas tertera dalam Bab 2 Pasal 3 yang berbunyi Pembangunan kepemudaan bertujuan untuk terwujudnya pemuda yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis, bertanggungjawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan, dan kebangsaan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun entah sejak kapan paradigma hak-hak khusus keanggotaan di KNPI mulai ada. Organisasi ini dianggap sebagai komunitas elitis yang menampung orang-orang ternama saja. Sehingga membatasi peran serta lembaga kemahasiswaan dan kepemudaan untuk secara spontan terlibat dalam aktivitas kepemudaan di masyarakat yang diselenggarakan oleh KNPI. KNPI seharusnya menjadi tempat bagi para individu pemuda untuk mencari jati dirinya, mengarahkan potensinya, serta membentuk kapasitas pribadinya (personal capacity) hingga menjadi pribadi yang matang dan mapan di masa depan, sehingga mereka tidak ragu keluar dari paradigma kedaerahannya untuk menjawab tantangan nasional dan dunia yang lebih kompleks.
Namun semua itu dimulai dengan peningkatan peran dan pola hubungan yang dinamis bagi organisasi kepemudaan, ini dalam rangka  melahirkan Sumber Daya pemuda lokal yang mandiri, punya daya saing atau kompetensi dalam berperan aktif pada pembangunan di Sulawesi Selatan.
Beberapa  strategi dalam mewujudkan hal diatas diantaranya :
Pertama, mengintensifkan kegiatan-kegiatan kepemudaan di semua lapisan masyarakat, dimana dengan memaksimalkan pelibatan pemuda dari semua lapisan pada sebuah kegiatan akan menghadirkan rasa kebersamaan dan kesadaran dalam diri masing-masing guna membangun daerah dan masyarakatnya. KNPI seharusnya tidak menciptakan kesan bahwa ada jarak yang berlebihan dengan OKP ataupun dengan teman-teman aktivis Mahasiswa. Jarak yang dimaksud adalah adanya stigma bahwa KNPI adalah organisasi yang elitis yang menempatkan KNPI sebagai organisasi yang hanya untuk kalangan tertentu saja.
  Kedua, pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang menunjang peningkatan intelektual kaum muda serta mengintensifkan pelatihan-pelatihan yang mampu mendongkrak kapasitas kompetensi pemuda dan Mahasiswa di Sulsel.
  Ketiga, yang tak kalah peting adalah memaksimalkan fungsi dan peran partisipasi aktif ataupun kemitraan antara pemuda/ KNPI di Sulawesi Selatan dengan pemerintah dalam berbagai kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan SDM dan SDA di Sulsel. Pemerintah dan organisasi kepemudaan harus melakukan program yang sinergi dengan kepentingan masyarakat di semua lapisan.

Revolusi Mental ??


Mungkin ada yg tahu tentang info dibawah ini? Sejauh mana ya kebenarannya Istilah REVOLUSI MENTAL yg dipakai Jokowi sebagai Jargon Kampanyenya? Saya baru TAHU..dari status teman....Jargon dan istilah yang dipakai JOKOWI-JK dalam Debat Capres beberapa hari yang lalu, ternyata bukan istilah Baru, istilah REVOLUSI MENTAL pertama kali dipopulerkan oleh Bapak Sosialis-Komunis Dunia yg bernama KARL MARX. dimana pemikirannya sangat Banyak dipengaruhi oleh Filosofis Atheis Young Hegelian yg sangat terkenal di Berlin, Bahkan KARL MARX muda waktu itu aktif di perkumpulan Pemuda Hegelian yg merupakan kelompok Ekstrim kiri anti Agama yg beranggotakan para Dosen Muda dan pemuda ekstrim kiri, istilah REVOLUSI MENTAL ini dibuat untuk program Cuci Otak dalam pengembangan faham Sosialis-Komunis dikawasan eropa yg kapitalis , karena Agama yg dogmatis dianggap sebagai penghambat dalam pengembangan faham Komunis ......
Istilah REVOLUSI MENTAL juga dipakai oleh pendiri Partai Komunis China yg bernama CHEN DUXIU bersama temannya yg bernama Li DAZHAO sebagai doktrin dan cuci otak kepada para Buruh dan Petani dalam menentang kakaisran China... di Indonesia istilah REVOLUSI MENTAL istilah ini mulai dipakai oleh seotang pemuda asal Belitung yang bernama AHMAD AIDIT anak dari ABDULLAH AIDIT dan kemudian mengganti namanya menjadi DIPA NUSANTARA AIDIT ( DN AIDIT ) dan ketika ayahnya bertanya kenapa namamu diganti...? AIDIT menjawab saatnya REVOLUSI MENTAL dimulai dg mengganti hal2 yg akan menghambat pergerakan.. termasuk nama AHMAD yg berbau Agama harus dibuang , dan setelah DN AIDIT terpilih jadi ketua PKI, dia sukses menerapkan istilah REVOLUSI MENTAL kepada para Kader PKI, dan ormas2 PKI lainnya seperti PEMUDA RAKYAT, BARISAN TANI INDONESIA, GERWANI , SOBSI DAN LEKRA yang dianggap simbol perlawanan kepada kaum Feodalis...
Referensi-nya:The Comunist Manifesto, by Karl Marx dan Muadz Amoudi